Minggu, 05 Mei 2013

PENGARUH POLA KEHIDUPAN SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR PAI

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.      Pola Kehidupan Siswa
1.    Pengertian Pola Kehidupan
Pola kehidupan dapat dipahami sebagai pola tingkah laku sehari-hari manusia di dalam keluarga / masyarakat. Pola kehidupan dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan. Pengertian pola kehidupan menurut KBBI adalah “Pola adalah sistem atau cara.”[1] Sedangkan “kehidupan adalah cara (keadaan, hal) hidup orang di desa berbeda dengan orang hidup di kota.” [2]
“Secara konseptual dan teoritis pola kehidupan siswa adalah suatu bagian dari dasar-dasar suatu bagian kebudayaan. Menurut kalangan antropolog biasanya “pola” sendiri merupakan suatu cultural activity atau trait complex atau kegiatan-kegiatan yang sudah membudaya. Maka di sini pola kehidupan siswa itu adalah suatu aktivitas yang membudaya dalam diri manusia. secara lebih besar akan berkaitan dengan satu samalain dengan kehidupan lingkungan-lingkungan lainnya sebagai elemen-elemen di dalam kehidupan yang besar tersebut.”[3]

Pola kehidupan besar pengaruhnya terhadap perilaku hidup seseorang, baik itu dewasa, remaja, maupun anak-anak. Bagi seorang yang telah tamat belajar jenjang pendidikan formal, pola kehidupan sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya, dan bagi seseorang yang masih berada dalam jenjang pendidikan formal yaitu siswa, pola kehidupan berpengaruh terhadap perilaku dan hasil belajarnya.
“Pola hidup adalah cara kita berperilaku sehari-hari, sejak bangun tidur hingga tidur lagi, misalnya tidur, makan, mandi, berolahraga, dan belajar. Pola hidup dapat disamakan dengan kebiasaan. Bila kita memiliki kebiasaan buruk, berarti kita juga memiliki pola hidup yang buruk, begitu pun sebaliknya. Kebisaan yang baik menandakan kita telah melakukan pola hidup yang baik.”[4]

2.    Macam-macam Pola Kehidupan
a.    Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua diapresiasikan anak sebagai bantuan, bimbingan, dan dorongan untuk membentuk pengembangan diri anak menjadi pribadi yang berkarakter. Orang tua atau pendidik hendaknya mampu memancarkan kewibawaan pada diri anak. Orang tua yang mampu berbuat demikian, akan senantiasa menampilkan perilaku yang konsisten antara ucapan dan perbuatannya serta menghargai sesuatu yang dimiliki oleh anak, termasuk perilaku yang ada pad anak.
”Orang tua atau pendidik yang menjadi teladan bagi anak adalah yang pada saat bertemu atau tidak dengan anak senantiasa berprilaku yang taat terhadap nilai-nilai moral. Dengan demikian mereka senantiasa patut dicontoh karena tidak sekadar memberi contoh. Orang tua atau pendidik yang mampu berperilaku seperti di atas telah menyadari bahwa perilakunya yang tidak disadari untuk dicontohkan, oleh anak dapat dijadikan bahan imitasi dan identifikasi perilaku orang tua atau pendidik yang oleh pendidik atau orang tua tidak disadari sebagai bantuan bagi anak-anak.”[5]

Dari uraian tentang hal yang menyangkut pola asuh orang tua terhadap anak tersebut, diharapkan orang tua dapat membuat satu kesimpulan tentang tindakan sikap yang akan dipilih dan dipergunakan dalam mendidik anak, adapun tindakan/sikap tersebut antara lain:
1)        Memancarkan kewibawaan sebagai orang tua dengan senantiasa menjadi panutan dan kebanggaan bagi anak.
2)        Tidak terlalu memanjakan anak
3)        Menerapkan sistem demokrasi dan kebersamaan dalam membahas serta mengambil suatu keputusan, baik yang menyangkut masalah pribadi anak maupun masalah keluarga. [6]
4)        Memberikan kesempatan terhadap anak untuk dapat secara leluasa mengembangkan diri, minat, bakat, dan tanggung jawabnya.
5)        Melakukan dialog dengan anak agar orang tua dapat mengenali anak secara tepat, yang merupakan modal dasar untuk mendidik anak secara tepat. [7]
6)        Memberi penghargaan atau ucapan selamat atas prestasi yang telah di raih oleh anak.
7)        Tidak membuat anak merasa terasingkan dalam keluarga.

b.    Pola Hidup Sehat
Pola hidup sehat adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau, serta mampu melakukan perilaku hidup sehat.
Manusia hidup membutuhkan makanan, baik makanan pokok maupun makanan tambahan atau pelengkap, meskipun hidup tidak sekedar untuk makan. Oleh karena itu hendaknya orang tua meyakini bahwa segala yang di makan oleh anak akan membawa dampak baik atau buruk bagi hasil belajar. Anak akan lebih baik bila diberi makanan yang bermutu dan halal.
Makanan yang bermutu dapat dikatakan sebagai makanan yang memenuhi standar kesehatan salah satunya adalah yang memiliki kandungan gizi dan vitamin yang cukup.
”Sumber dan perolehan makanan sudah tentu banyak sekali ragamnya. Dalam hal ini, yang patut diperhatikan adalah bahwa sumber dan cara itu tidak melawan hukum, baik hukum agama maupun hukum negara dan hukum-hukum lainnya yang mengatur kehidupan manusia di alam dunia ini. Manakala makanan yang dimakan itu bertentangan dengan hukum, terutama hukum agama, maka bisa jadi termasuk kategori ’barang haram’.”[8]

Perihal makanan ini pada dasarnya bukan hanya terbatas hal yang mempengaruhi pendidikan anak dan hasil belajarnya, melainkan termasuk juga pendidikan anak pada jenjang berikutnya.

c.    Pola kehidupan Sosial
“Elemen-elemen kehidupan sosial siswa terdapat sebuah disiplin sosial, yang secara sosiologis dapat diartikan suatu proses atau keadaan ketaatan umum atau dapat juga disebut ketertiban umum”.[9] Faktor besar yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada anak adalah kawan yang tidak baik dan lingkungan yang buruk. Terlebih lagi bila anak tersebut merupakan anak yang pandai dan cepat terpengaruh dalam pergaulan.
Bila anak yang demikian temannya berkelakuan baik, rajin belajar, dan taat pada agama, maka ia pun akan terpengaruh menjadi anak yang rajin belajar, dan berkelakuan baik, sehingga hasil belajar di sekolah pun akan baik pula. Namun, bila anak tersebut bergaul dengan teman yang tidak baik, malas belajar, dan berperilaku tercela, maka ia pun akan cepat terpengaruh menjadi anak yang tidak baik, dan malas belajar.
“Agama Islam dengan pola pendidikannya yang Islami mengarahkan para orang tua untuk memberikan pengawasan yang ketat terhadap anak-anak mereka, terlebih anak masuk usia pubertas.”[10] Islam juga mengajarkan bagaimana cara memilih teman yang baik, agar anak dapat menyerap akhlak yang mulia dan kebiasaan yang baik, sehingga anak-anak tidak terjerumus ke dalam perilaku menyimpang.

3.    Manfaat Memahami Pola Kehidupan
a.       Dapat menerapkan pola kehidupan yang baik
b.      Dapat belajar dengan baik[11]
c.       Mendapatkan hasil belajar yang baik
d.      Perpikir positif dan sehat[12]
e.       Mendapatkan kehidupan dan interaksi sosial yang baik[13]

4.    Pengertian Siswa
”Siswa atau bisa juga disebut peserta didik merupakan objek penting dalam ilmu pendidikan. Begitu pentingnya faktor peserta didik ini dalam pendidikan, sehingga ada aliran pendidikan yang menempatkan anak sebagai pusat dalam segala usaha pendidikan (Aliran Child Centered).”[14]
Pengertian siswa menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 (satu) ayat 4 (empat) adalah: ”Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.”[15]
Siswa merupakan orang yang dituntuntut untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, berusaha, dan memusatkan perhatian menuju ridha Allah. Sebagai mana yang diterangkan dalam dunia tasawuf, yakni:
”Peserta didik atau murid adalah orang yang  menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya kearah itu, melepas segala kemauannya dengan menggantungkan diri dan nasibnya kepada Iradah Allah.”[16]

Sedangkan siswa diartikan oleh Ramayulis adalah:
”Peserta didik adalah salah satu komponen dalam sistem pendidikan islam. Peserta didik merupakan raw material (bahan mentah) di dalam proses transformasi yang disebut pendidikan karena kita menerima materil ini sudah setengah jadi, sedangkan komponen-komponen lain dapat dirumuskan dan disusun sesuai dengan keadaan fasilitas dan kebutuhan yang ada”[17]

Di dalam proses pendidikan siswa di samping sebagai objek juga sebagai subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam proses pendidikan, maka ia memahami siswa dengan segala karakteristiknya. Ramayulis[18] mendeskripsikan lima kriteria peserta didik:
a.    Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
b.    Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
c.    Peserta didik adalah makhluk allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
d.   Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu
e.    Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

5.    Hak dan Kewajiban Siswa
a.    Hak Siswa
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Sesuai Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 bab 5 pasal 12 ayat 1 Setiap siswa pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut:[19]
1)   Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
2)   Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
3)   Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
4)   Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
5)   Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
6)   Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.


b.    Kewajiban Siswa
Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Peserta didik mempunyai kewajiban, di antaranya yaitu menurut UU RI No.20 tahun 2003 bab 5 pasal 12 ayat 2:[20]
1)   Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
2)   Ikut menanggung biaya pendidikan kecuali bagi yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam buku yang ditulis oleh Ramayulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta didik, yakni:[21]
1)        Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqaruh kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.
Allah berfirman:
Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ  
Artinya: “Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An’am: 163)
2)        Mengurangi kecendrungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
3)        Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
4)        Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5)        Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun duniawi.
6)        Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sukar.
7)        Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8)        Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9)        Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duaniawi.
10)    Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
11)    Anak didik harus tunduk pada peserta didik.

B.       Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
1.    Pengertian Belajar
Belajar merupakan faktor penentu proses perkembangan manusia memperoleh hasil perkembangan berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, keyakinan dan nilai-nilai tingkah laku yang dimiliki seseorang.
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”[22]

Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu.
Bermacam-macam pendapat tentang pengertian belajar, baik pendapat dari kalangan orang awam, maupun kalangan ahli pendidikan. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian belajar.
 “Skinner, yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Chaplin, dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua rumusan. “Pertama: belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Kedua: belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus. Hintznan dalam bukunya The Phsychology of Learning and Memory berpendapat, Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.” [23]

Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menambahkan bahwa pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang mengilhami gagasan everyday learning (belajar sehari-hari) yang dipopulerkan oleh Profesor John B.Biggs
“Crow and Crow mengatakan: Belajar adalah perubahan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu pengetahuan dan berbagai sikap. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa belajar mempunyai dua segi vertikal dan horizontal. Belajar secara vertikal adalah belajar secara teliti untuk memperdalam suatu ilmu yang telah dipelajari. Sedangkal belajar secara horizontal berarti melengkapi bagian-bagian yang berfungsi dari suatu unit ilmu pengetahuan dengan maksud memperluas pengalaman.”[24]

Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui kebiasaan  atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang.
“Wittig dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience (belajar perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman).”[25]

Timbulnya aneka ragam pendapat para ahli tersebut di atas adalah fenomena perselisihan yang wajar karena adanya perbedaan titik pandang. Selain itu, perbedaan antara satu situasi belajar dengan situasi belajar lainnya yang diamati para ahli juga dapat menimbulkan perbedaan pandangan. Situasi belajar menulis, misalnya, tentu tidak sama dengan situasi belajar matematika. Namun demikian, dalam hal tertentu yang mendasar mereka sepakat seperti dalam penggunaan  istilah “berubah” dan “tingkah laku”.
Dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

2.    Pengertian Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Nashar. “Hasil belajar adalah merupakan kemampuan yang di peroleh siswa setelah melalui kegiatan belajar mengajar.[26]
Dalam hal ini penekanan hasil belajar adalah terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa motivasi tidak berpengaruh langsung terhadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar. Perubahan itu terjadi pada seseorang dalam kecakapan manusia yang berupa penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dalam satu waktu tertentu atau dalam waktu yang relatif lama dan bukan merupakan suatu proses pertumbuhan. Suatu proses yang dilakukan dengan usaha dan disengaja untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar.


3.    Tujuan Belajar
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukan bahwa siswa telah melakukan tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar. ”Tujuan belajar adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif.” [27]
Tujuan yang mempunyai jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang sempit atau khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dan tujuan di bawahnya menunjang tujuan yang di atasnya. Bila tujuan terendah tidak tercapai, maka tujuan di atasnya juga tidak akan tercapai. Sebab rumusan tujuan terendah berpedoman kepada rumusan tujuan yang di atasnya. Oleh karena itu di dalam rumusan tujuan harus benar-benar memperhatikan kesinambungan dari setiap jenjang tujuan, terutama dalam setiap perumusan tujuan pendidikan maupun tujuan pengajaran.
”Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didaya gunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin.”[28]

Selanjutnya, Benyamin S. Bloom menggolongkan bentuk tingkah laku sebagai tujuan belajar atas tiga ranah, yakni:
a.    Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif menurut Bloom dibedakan atas 6 (enam) tingkatan dari yang sederhana hingga yang tinggi, yakni:
1)      Pengetahuan (knowledge), meliputi kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
2)      Pemahaman (comprehension), meliputi kemampuan menangkap arti dan makna dari hal yang dipelajari. Ada tiga subkategori dari pemahaman, yakni:
a)      Translasi, yaitu kemampuan mengubah data yang disajikan dalam suatu bentuk ke dalam bentuk lain.
b)      Interpretasi, yaitu kemampuan merumuskan pandanagn baru
c)      Ekstrapolasi, yaitu kemampuan meluaskan trend di luar data yang diberikan.
3)      Penerapan (application), meliputi kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
4)      Analisis (analysis), meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Analisis dapat pula dibedakan menjadi tiga jenis, yakni:
a)      Analisis elemen, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan merinci elemen-elemen dari suatu masalah atau dari suatu bagian besar.
b)      Analisis relasi, yaitu kemampuan mengidentifikasi relasi utama antara elemen-elemen dalam suatu struktur.
c)      Analisis organisasi, yaitu kemampuan mengenal semua elemen dan relasi dari struktur kompleks.
5)      Sintesis (synthesis), meliputi kemampuan membentuk suatu pola baru dengan memperhatikan unsur-unsur kecil yang ada atau untuk membentuk  struktur atau system baru. Dilihat dari segi produknya, sintesis dapat dibedakan atas:
a)      Memproduksi komunikasi unik, lisan atau tulisan
b)      Mengembangkan rencana atau sejumlah aktivitas
c)      Menurunkan sekumpulan relasi-relasi abstrak
6)      Evaluasi (evaluation), meliputi kemampuan membentuk pendapat  tentang sesuatu atau beberapa hal dan pertanggungjawabannya berdasarkan kriteria tertentu
b.    Ranah afektif, berkaitan dengan sikap, nilai-nilai minat, aspirasi dan penyesuaian perasaan sosial. Ranah afektif menurut Karthwohl dan Bloom terdiri dari 5 jenis perilaku yang diklasifikasikan dari yang sederhana hingga yang kompleks, yakni:
1)      Penerimaan (reserving), yakni sensitivitas terhadap keberadaan fenomena atau stimuli tertentu , meliputi kepekaan terhadap hal-hal tertentu, dan kesediaan untuk memperhatikan hal tersebut.
2)      Pemberian respon (responding), yakni kemampuan memberikan respon secara aktif fenomena atau stimuli.
3)      Penilaian atau penentuan sikap (valuing), yakni kemmapuan untuk dapat memberikan penilaian atau pertimbangan terhadap suatu objek atau kejadian tertentu.
4)      Organisasi (organization), yakni konseptualisasi dari nilai-nilai untuk menentukan keterkaitan di antara nilai-nilai.
5)      Karakterisasi, yakni kemampuan yang mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang.
c.    Ranah psikomotor, mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik. Ranah psikomotor menurut Simpson dapat diklasifikasikan atas:
a)      Persepsi (perception), meliputi kemampuan memilah-milah dua perangsang atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing perangsang.
b)      Kesiapan melakukan suatu pekerjaan (set), meliputi kemampuan menempatkan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
c)      Gerakan terbimbing (mechanism), meliputi kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerak peniruan.
d)     Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya.
e)      Gerakan kompleks (complex overt response), meliputi kemampuan untuk melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen secara lancar, tepat dan efisien.
f)       Penyesuaian pola gerakan (adaptation), meliputi kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.
g)      Kreatifitas (creativitas), meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Secara global, faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam. Yakni:
”Faktor internal (Faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa, faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.” [29]

Faktor-faktor di atas sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal)biasanya cendrung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Seorang siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Jadi, karena faktor-faktor di atas, muncul siswa yang high achievers (berprestasi tinggi) dan under achievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor-faktor yang menghambat proses belajar mereka.
a.    Faktor Internal Siswa
Banyak faktor yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi usaha dan keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah.
1)   Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani. Tiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang dapat bertahan belajar selama lima atau enam jam terus menerus, tetapi ada juga yang tahan satu atau dua jam saja. Kondisi fisik menyangkut juga kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencecapan. Indra yang paling penting dalam belajar adalah indra penglihatan dan pendengaran. Sesorang yang penglihatan atau pendengarannya kurang baik akan berpengaruh kurang baik pula terhadap usaha dan hasil belajarnya. Kesehatan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan belajar.

2)   Aspek Psikis
a)      Kecerdasan / intelegensi
Adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya

b)      Bakat
Adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang siswa sebagai kecakapan pembawaan. Willian B. Michael memberikan definisi mengenai bakat sebagai berikut:
”An aptitude may be defined as a person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a certain more or less weeldefined pattern of behavior in volved in the performance of a task respect to which the individual has had little or no previous training.” [30]

Jadi Michael meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas, yang sedikit sekali pembiasaan.
c)      Minat
Adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang dan suka.
”Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.”[31]





d)     Motifasi
Motifasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian juga dalam kegiatan belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.

b.    Faktor Eksternal Siswa
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
1)   Lingkungan Sosial
Yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat, tetangga dan teman-teman disekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar, berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.
2)   Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.
c.    Faktor Pendekatan Belajar
Di samping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.

5.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya pola pelaksanaan pendidikan islam dapat menggabungkan dalam waktu bersamaan antara pendidikan kejiwaan dengan pembersihan jiwa, menumbuhkan kecerdasan pikiran dan memperkuat jasmani.
Pendidikan agama islam dimulai dari keluarga, dimana anak-anak menerima pengaruh dari apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya dengan cara meniru dan menerima pelajaran.
”Pendidikan agama islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama islam yaitu berupa bimbingan dan usaha terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam yang diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.”[32]

Pendidikan dalam bahasa yunani disebut peodagogis yang berarti bimbingan kepada anak istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris education yang berarti perkembangan atau bimbingan.

6.      Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung di dalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah:
a.    Pengajaran Keimanan
Pengajaran Keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan. Inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun iman. Menurut rumusan para ulama tauhid, iman berarti membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lidah akan wujud dan keesaan Allah.
“Karena ilmu ini aqidah islam, maka ilmu ini disebut juga ‘Ilmu Aqidah’ atau ‘Aqaid’ (Aqidah jamaknya Aqaid).  Karena yang dibicarakan dalam ilmu ini ialah masalah kepercayaan, keimanan pada wujud dan keesaan Allah, para ulama menganggap bahwa yang dibicarakan itu merupakan prinsip pokok dalam agama islam. Tanpa beriman orang tidak dapat dianggap beragama. Karena itu ilmu ini disebut juga ‘Ilmu Ushuluddin’ (Ushuluddin = pokok agama)”[33]

b.    Pengajaran Akhlak
Pengajaran akhlak adalah pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya. Pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan agar yang diajarkan berakhlak baik. Artinya orang atau anak yang diajar itu mempunyai bentuk batin yang baik  menurut ukuran nilai ajaran islam.
c.    Pengajaran Ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuannya agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah. Materi ibadah itu meliputi: “Thaharah (bersuci), shalat (sembahyang), puasa, zakat, haji, dan ‘athiyah (pemberian).”[34]
Karena luasnya ruang lingkup pengajaran ibadah ini. Meliputi semua rukun islam. Membicarakan hal-hal yang wajib, sunah, yang dapat membuat ibadah itu syah atau batal, rukun, syarat, dan kaifiyatnya.
d.   Pengajaran Fiqih
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam kalangan ulama islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan/membahas/memuat hukum-hukum islam yang bersumber pada Al Qur’an.
Di samping hukum, ilmu fiqih membicarakan hubungan yang meliputi kedudukannya, hukumnya, acaranya, alat, dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:[35]
1)        Hubungan manusia dengan Allah
2)        Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
3)        Hubungan manusia dengan tetangga dan keluarganya
4)        Hubungan manusia dengan orang lain yang seagama dengan dia
5)        Hubungan manusia dengan orang lain yang tidak seagama dengan dia
6)        Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan lain-lain
7)        Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta
8)        Hubungan manusia dengan masyarakat dan lingkungannya
9)        Hubungan manusia dengan akal pikiran dan ilmu pengetahuan
10)    Hubungan manusia dengan alam gaib seperti setan, iblis, surga, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya.
e.    Pengajaran Al Qur’an
Pengajaran Al Qur’an adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al Qur’an dan mengerti arti kandungan yang terdapat disetiap ayat-ayat Al Qur’an.
Isi pengajaran Al Qur’an itu meliputi:[36]
1)        Pengenalan huruf hijaiyah, yaitu huruf Arab dari Alif sampai dengan Ya (alifbata)
2)        Cara menyembunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat-sifat huruf itu, ini dibicarakan dalam ilmu Makhraj
3)        Bentuk dan fungsi tanda baca, seperti syakal, syaddah, tanda panjang (maad), tanwin dan sebagainya.
4)        Bentuk dan fungsi tanda berhenti baca (waqaf), seperti waqaf mutlak, waqaf jawaz, dan sebagainya.
5)        Cara membaca, melagukan dengan bermacam-macam qiraat yang dimuat dalam ilmu Qiraat dan ilmu Nagham.
6)        Adabut tilawah, yang berisi tata cara dan etika membaca Al Qur’an sesuai dengan fungsi bacaan itu sebagai ibadah.


[1] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1996). h. 778
[2] Ibid., h. 351
[3]Pamoengkas, Pengaruh Pola Kehidupan Social Terhadap Hasil Belajar Siswa, http://id.shvoong.com , 8 oktober 2012

[4]Eki Jatmiko, Dampak Drama Korea Terhadap Pola Hidup Siswa, http://eki-jatmiko.blogspot.com, 14 Januari 2013
[5] Mohamad Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 124
[6] Sahlan Syafei, Bagaimana Anda dalam  Mendidik Anak Anda, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), Cet. ke-2, h. 68
[7] Ibid.,
[8] Ibid., h. 31
[9]Pamoengkas, Pengaruh Pola Kehidupan Social Terhadap Hasil Belajar Siswa, http://id.shvoong.com , 8 oktober 2012

[10]  Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. (Solo: Insan Kamil, 2012), h. 87

[11]Febri, Keuntungan Dan Manfaat Penerapan Pola Hidup Sehat, http://lovehugandkisses.blogspot.com, 15 Oktober 2008

[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
[15] Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara,2011) Cet. ke-VI, h.61
[16] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2005), Cet. ke-3,   h. 111
[17] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008) cet. ke-6, h. 77
[18] Ibid., h. 77 et.seqq
[19] Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara,2011) Cet. ke-VI, h.67
[20] Ibid.,
[21] Ramayulis, Op.cit., h.118 et.seqq
[22] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)  cet. ke-5, h. 2
[23] Nashar, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Belajar, (Jakarta: Delia Press, 2004), cet. ke-2, h. 49
[24] Ibid., h. 51
[25] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 65 et.seq
[26] Nashar, Op.cit., h. 77
[27] Ibid., h.53
[28] Ibid., h. 54
[29] Muhibbin Syah, Op.Cit,. h.144
[30] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2002) cet. ke-11, h. 160
[31] Slameto, Op.Cit., h. 180
[32] Zakiah Daradjat dkk,  Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h.86
[33] Zakiah Daradjat dkk , Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. ke-5 h. 64
[34] Ibid., h. 74 et.seqq
[35] Ibid., h. 79
[36] Ibid., h. 91